Perihnya Jadi PRT TKW

Selasa, 23 November 2010


Miris, perih... bila mendengar berbagai berita tentang banyaknya tindak kriminalitas di negeri ini. Dari yg kecil-kecil hingga yang besar-besar bahkan sangat besar... "Mmm, capek!". Pencopetan, perampokan, penculikan, perkosaan, pembunuhan, bahkan pembunuhan dengan cara yang sangat biadab, sangat tidak berprikemanusiaan dengan memotong bagian-bagian tubuh orang/sesama orang dengan seenaknya -mutilasi- bahkan gilanya lagi, ada yang sampai hati memakannya dengan nyaman (ingat kisah Sumanto?).... "Uuuhhhh, geregetan! Memangnya hewan sembelihan!"

Sekarang ini berita kriminalitas sedang banyak memunculkan para korban kekerasan tenaga kerja di luar negeri. Sungguh memilukan, para TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang bekerja sebagai PRT (Pembantu Rumah Tangga) itu misalnya Kikim dan Sumiyati, bernasib buruk karena memiliki majikan-majikan yang tidak memakai hati dalam bertindak. Semua diakhiri dengan penyiksaan dan kekerasan fisik. "Aduh, mak!" Aku nggak kuat melihat kondisi mereka sewaktu menonton di televisi, jadilah aku menonton berita sambil memejamkan mata.

Peristiwa duka itu mengingatkan aku pada kisah dua orang TKW yang pernah kutemui sewaktu pergi umroh dulu. TKW pertama merasa kapok bekerja di negara itu hingga ia tidak berniat lagi untuk kembali bekerja di sana. Menurutnya, ia berada pada majikan yang kasar dan pemarah. Ia seringkali dibentak-bentak dan dihina, selain itu untuk menyuruh melakukan sesuatupun, sang majikan selalu memanggilnya dengan berteriak-teriak dan penuh dengan ketidak sopanan. Berbeda dengan TKW kesatu, TKW kedua yang kutemui ini bernasib lebih baik. Ia adalah contoh TKW yang "berhasil", ia sudah bertahun-tahun bekerja di negara tersebut dan merasa betah karena majikannya sangat baik. Ia pun tidak bermasalah dengan harga dirinya sejak tahun pertamanya di sana, saat itu adalah tahun ke-enamnya.

Kekerasan pada PRT sebenarnya tidak hanya terjadi di luar negeri, di negara manapun (termasuk negara-negara yang notabene mayoritas penduduknya adalah muslim) namun itu juga terjadi di negaraku, Indonesia. Pastinya, banyak hal yang harus dibenahi demi mengurangi atau melenyapkan tindak kekerasan tersebut. Perhatian lebih dari pemerintah, penegakan hukum yang lebih baik, pengawasan pada Pengerah Jasa TKI yang lebih ketat, dan sebagainya.

Oh ya, aku pernah pergi ke sebuah PJTKI di sebuah tempat di Jakarta. Sebuah bangunan cukup luas dengan dikelilingi tembok-tembok besar dan tinggi. Pagar kokoh yang rapat, tanpa celah untuk melihat kondisi ke luar maupun kondisi ke dalam sungguh cukup menakutkan. "Iiiihhh, seperti di penjara!" Berbagai persiapan dan pelatihan dilakukan di dalam bangunan besar itu. Para TKW dilatih melakukan pekerjaan PRT dan pelatihan bahasa asing. "Nah!" kendala bahasa, mungkin saja bisa menjadi pemicu kekerasan yang terjadi di negara tujuan. Rasanya perlu peningkatan yang lebih dalam hal ini, dalam rangka menghindari kesalah fahaman antara pekerja dan majikan nantinya. 

Kalau dipikir-pikir, rasanya semua bermuara pada hati. Apabila hatinya bersih, pastinya semua tindakan akan menjadi baik. "Coba deh, perhatikan kalimat-kalimat ini! (sedikit mengutip dari Mas Reno)"

-bermakna positif-
"Hati-hati di jalan ya, Nak!'' pesan seorang ibu pada anaknya yg akan pergi ke luar rumah.
"Orang itu mendengarkan penjelasan dengan penuh perhatian," puji seorang Bapak.
"Ia selalu mendengarkan suara hatinya dalam mengambil setiap tindakan."
"Mata hatinya sudah semakin tajam hingga ia mampu merasakan hal-hal yang 'di luar jangkauan'.

-bermakna negatif-
"Anak itu kurang perhatian, lihat saja tingkah lakunya!'' gerutu seseorang pada anak yang "nakal.''
"Dasar nggak punya hati!'' omel seorang Ibu pada tetangganya yang sudah membuatnya kesal.
''Jangan dengar omongan dia, bisa makan hati!" ucap kesal perempuan itu.

Jadi, benarlah kalau TUHAN MELIHAT PADA HATI SESEORANG, bersih hatinya maka akan baik pula tindakan/sikapnya.

Wallahu alam bishshowab.

Salam dari hati.

0 komentar:

Posting Komentar